Rabu, 28 November 2012

lembaga keuangan syari'ah



           MAKALAH
           LEMBAGA KEUANGAN SYARI’AH
        Judul
        “LEASING SYARI’AH”
Dosen Pembimbing: RAHMA FITRIANI. ME















 




        




                Oleh : AGUS NAHNU Y.P.
           NIMKO : 2010.4.130.0003.1.00057
              FAKULTAS : SYARI’AH / AS.V

        SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NGAWI
        Kampus STAI: Jl.  A. Yani 99 NGAWI. Tlp (0351) 742081
                 TAHUN 201
KATA PENGANTAR
Dengan segala kerendahan hati penulis memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Tugas Makalah ini untuk memenuhi tugas perkuliahan dengan mata kuliah Lembaga Keuangan Syariah dengan dosen pembimbing RAHMA FITRIANI, M.E yang berjudul “ Leasing Syari’ah ”.
Mungkin dalam pembuatan makalah ini masih banyak kekurangan baik itu dari segi penulisan, isi dan lain sebagainya, maka penulis sangat mengharapkan kritik dan saran guna perbaikan untuk pembuatan makalah untuk hari yang akan datang.
Demikianlah sebagai pengantar kata, dengan iringan serta harapan semoga tulisan sederhana ini dapat diterima dan bermanfaat bagi pembaca. Atas semua ini penulis mengucapkan ribuan terima kasih yang tidak terhingga, semoga segala bantuan dari semua pihak mudah – mudahan mendapat amal baik yang diberikan oleh Allah SWT.


                                                                                  Gerih, 27  Nopember 2012
                                                                     


                                                                                                                           Penulis



i

DAFTAR ISI

COVER
KATA PENGANTAR............................................................................................ .
DAFTAR ISI............................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang...........................................................................................
1.2  Rumusan Masalah.......................................................................................
1.3  Tujuan dan Manfaat Penulisan...................................................................
BAB II PEMBAHASAN
          2.1 Pengertian Leasing.....................................................................................
          2.2 Sejarah Leasing...........................................................................................
          2.3 Landasan Hukum  Transaksi Leasing.........................................................
          2.4 Karakteristik  Leasing (sewa guna)............................................................
          2.5 Jenis-Jenis Leasing......................................................................................
          2.6 Manfaat leasing..........................................................................................
BAB III PENUTUP
          3.1 Kesimpulan.................................................................................................
          3.2 Saran...........................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................

ii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Sistem keuangan Islam merupakan bagian dari konsep yang lebih luas tentang ekonomi Islam. Sistem keuangan Islam bukan sekedar transaksi komersial biasa, tetapi harus sudah sampai kepada lembaga keuangan untuk dapat mengimbangi tuntunan zaman. Bentuk sistem keuangan atau lembaga keuangan yang sesuai dengan prinsip Islam adalah terbebas dari unsur riba. Kontrak keuangan yang dapat dikembangkan dan dapat menggantikan sistem riba adalah mekanisme syirkah yaitu : musyarakah dan murabahah (bagi hasil).
Aktivitas lembaga keuangan syariah dapat dipandang sebagai wahana bagi masyarakat modern untuk membawa mereka kepada : pertama, prinsip At-Ta’awun, yaitu saling tolong menolong diantara anggota masyarakat untuk kebaikan. Kedua, prinsip menghindari Al-iktinaz, yaitu menahan uang (dana) dan membiarkan menganggur (idle) tidak berputar untuk transaksi yang bermanfaat bagi masyarakat.[1]
Pada kesempatan kali ini, kami akan mencoba membahas tentang pembiayaan dalam perbankan syariah, yaitu Leasing atau disebut juga Ijarah. Dalam makalah ini juga akan disertai contoh dua perusahaan leasing yang system pembiayaannya menggunakan prinsip syariah. Tentunya dalam penyusunan makalah ini banyak kekurangan dan kesalahan, oleh karena itu kami menerima kritik yang membangun untuk kemajuan pengetahuan Ekonomi Islam. Semoga bermanfaat bagi para pembaca.
                 Demikian dalam makalah  yang berjudul leasing syariah ini akan dijelaskan
pengertian leasing yang di fokuskan secara syariah dan terapananya dalam kontrak dan pembiayaannya antara pemilik kativa dengan pemakai aktiva.
1.2 Rumusan masalah
                a.       Beberapa pengertian Ijarah dan Leasing ?
            b.      Apa yang dimaksud dengan Ijarah Muntahia Bit- Tamlik ?
            c.       Bagaiman bentuk Ijarah Muntahia Bit- Tamlik?
            d.      Bagaimana dan seperti apa aplikasinya dalam perbankan?

1.3 Tujuan dan Manfaat penulisan
Adapun yang menjadi tujuan dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Diajukan dan di persentasikan pada mata kuliah Lembaga Keuangan Syari’ah
2.      Di harapakan para mahasiswa dapat memahami apa itu Leasing syariah dan bagaimana terapannya dalam kontrak/ prakteknya.
Dan manfaat dari penulisan makalah ini adalah :
1.      Dengan memahami isi makalah ini di harapkan akan menambah pengetahuan bagi mahasiswa
2.      Dapat mengetahui bagaimana proses leasing itu sendiri.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1.  Pengertian
Sewa guna usaha (leasing) pada awalnya di kenal di Amerika Serikat, yaitu berasal dari kata lease yang berarti menyewa. Sedangkan dalam ekonomi Islam istilah yang berkaitan dengan leasing adalah Ijarah (al ijarah) yang berasal dari kata al ajru yang berarti al ‘iwadhu (ganti). Untuk memahami lebih lanjut, berikut ini akan dikemukakan definisi dari penjelasan di atas.
1.      Berdasar SK Menteri Keuangan No.1169/KMK.01/1991 tanggal 21 November 1991, sewa guna usaha adalah kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan barang modal baik secara sewa guna usaha dengan menggunakan hak opsi (finance lease) maupun sewa guna usaha tanpa hak opsi (operating lease) untuk digunakan oleh lessee selama jangka waktu tertentu berdasarkan pembayaran secara berkala.[3]
2.      Ijarah adalah akad pemindahan hak guna atas barang dan jasa, melalui pembayaran upah sewa, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan (ownership/milkiyah) atas barang itu sendiri. Dalam konteks perbankan syariah, ijarah adalah merupakan lease contract dimana suatu bank atau lembaga keuangan menyewakan peralatan (equipment) kepada salah satu nasabahnya berdasar pembebanan biaya yang sudah ditentukan secara pasti sebelumnya (fixed charge). Mekanisme yang dilakukan di sector Perbankan Syariah adalah sebagai berikut:
a.       Transaksi Ijarah ditandai dengan adanya pemindahan manfaat. Jadi dasarnya prinsip Ijarah sama saja dengan jual beli. Namun, perbedaan terletak pada obyek transaksinya, pada Ijarah obyeknya adalah jasa
b.      Pada akhir sewa, bank dapat saja menjual barang yang disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal ijarah Muntahiya Bittamlik (Ijarah dengan wa’ad perpindahan kepemilikan objek ijarah pada saat tertentu).
c.       Harga sewa dan harga jual disepakati pada awal perjanjian antara bank dengan nasabah.[4]
3.      Leasing Ijarah adalah pengadaan barang modal oleh lessor diikuti perpindahan kepemilikan kepada lessee dengan cara pembelian saham kepemilikan secara angsuran.[5]
Dalam setiap transaksi leasing terdapat 3 (tiga) pihak utama yaitu:[6]
a.      Lessor, merupakan perusahaan sewa guna usaha yang dalam hal ini sebagai pihak yang memiliki hak kepemilikan barang modal.
b.      Lessee, merupakan perusahaan pemakai/penyewa barang modal yang dalam hal ini dapat memiliki opsi/pilihan pada akhir kontrak.
c.       Supplier, merupakan pihak penjual barnag modal yang disewakan.
d.      Asuransi, merupakan perusahaan yang akan menaggung resiko terhadap perjanjian antara lessor dengan lessee. Dalam hal ini lessee dikenakan biaya asuransi dan apabila terjadi sesuatu, maka perusahaan akan menanggung resiko sebesar sesuai dengan perjanjian terhadap barang yang dileasingkan

2.2 .  Sejarah[7]
Perkembangan ekonomi Islam di Indonesia cukup pesat. Hal itu ditandai dengan meningkatnya jumlah bank syariah dan lembaga keuangan non bank. Ada beberapa yang memang asli syariah, akan tetapi ada yang berupa unit usaha syariah. Dalam kehidupan perekonomian, kita tidak hanya mengenal perbankan syariah yang memang menjadi perhatian banyak orang. Ekonomi Islam bukan hanya sekedar membahas tentang perbankan Islam, tetapi semua hal yang berkaitan dengan kehidupan ekonomi manusia.
Dengan perkembangan perbankan Islam, juga berkembang praktek ekonomi Islam yang lain, seperti leasing, asuransi, pasar modal, dana pensiun, pegadaian, lembaga zakat, koperasi dan lain sebagainya. Kemajuan ini menjadi sinyal positif untuk menunjang segala kebutuhan masyarakat yang diselenggarakan secara Islami, mengingat sebelumnya belum tersedia pelayanan dan proses pemenuhan kebutuhan masyarakat yang sesuai dengan syariat Islam.
Perekonomian yang Islami, perlu adanya instrumen yang menunjang, baik yang disediakan oleh pemerintah maupun swasta. Perkembangan praktek ekonomi Islam di masyarakat cukup pesat sehingga perlu mendapatkan sebuah payung hukum dan aturan yang berfungsi untuk melindungi proses ekonomi yang dilakukan oleh masyarakat. Termasuk dalam hal ini lembaga pembiayaan non bank perlu mendapatkan perhatian serius dari pemerintah.
Lembaga Pembiayaan adalah badan usaha yang melakukan kegiatan pembiayaan dalam bentuk penyediaan dana atau barang modal dengan tidak menarik dana langsung dari masyarakat. Bidang usaha lembaga pembiayaan mencakup beberapa alternatif kegiatan pembiayaan seperti sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring), kartu kredit (credit card), dan pembiayaan konsumen (consumer finance).
Memasuki dekade tahun 2000 industri jasa pembiayaan di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat pesat sehingga menuntut industri jasa pembiayaan dapat menyesuaikan diri dengan kebutuhan masyarakat terhadap pelayanan jasa keuangan yang sangat kompleks. Perkembangan industri jasa pembiayaan ini secara keseluruhan telah mampu menjadikannya sebagai suatu industri yang cukup menonjol dalam dunia bisnis khususnya sektor keuangan yang diperlukan dalam menunjang pembangunan ekonomi secara nasional.
Peranan yang menonjol dari industri jasa pembiayaan adalah menyediakan dana bagi masyarakat yang memerlukan sumber dana pembiayaan baik untuk keperluan investasi, modal kerja, atau semata-mata untuk barang yang akan dipakai sendiri (konsumsi). Dana yang disalurkan oleh industri jasa pembiayaan kepada masyarakat diharapkan akan dapat bermanfaat untuk mendorong perkembangan perekonomian nasional.
Dengan perkembangan kegiatan industri jasa pembiayaan yang sedemikian pesat, Pemerintah dalam hal ini Departemen Keuangan dituntut untuk mengoptimalkan perannya sebagai regulator dan supervisor kegiatan jasa pembiayaan melalui upaya kebijakan yang mendorong kearah perkembangan industri jasa pembiayaan secara berkesinambungan.
Salah satu upaya Departemen Keuangan dalam rangka optimalisasi peran dilakukan melalui peningkatan fungsi pembinaan dan pengawasan secara berkelanjutan dengan tujuan untuk memastikan bahwa pengelolaan kegiatan industri jasa pembiayaan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, termasuk di dalamnya perusahaan pembiayaan yang berbasis syariah
Dalam konteks perusahaan pembiayaan syariah, sangat jarang tulisan dan makalah yang ditulis oleh para ahli ekonomi Islam saat ini, terlebih memang konsep dan pelaksanaan pembiayaan syariah oleh perusahaan pembiayaan syariah belum banyak dan belum lama beroperasi di Indonesia. Oleh karena itu dalam tulisan ini mencoba untuk mengkaji lebih dalam mengenai perusahaan pembiayaan yang berbasis syariah khususnya FIF Syariah yang sekarang sudah mulai eksis di masyarakat.
Pada hari Senin, 10 Desember 2007, Bapepam dan LK melalui Peraturan Ketua Bapepam dan LK Nomor Per-03/BL/2007 dan Nomor Per-04/BL/2007 telah menerbitkan satu paket regulasi yang terkait dengan Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah, yaitu Peraturan tentang Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah dan Peraturan tentang Akad-Akad Yang Digunakan Dalam Kegiatan Perusahaan Pembiayaan Berdasarkan Prinsip Syariah.
Penerbitan paket regulasi tersebut adalah untuk memberikan landasan hukum yang memadai berkaitan dengan kegiatan Perusahaan Pembiayaan yang melakukan kegiatan berdasarkan prinsip syariah serta guna memenuhi kebutuhan masyarakat pada industri pembiayaan yang memerlukan keragaman sumber pembiayaan dan pendanaan berdasarkan pada syariat Islam.
Pembahasan kedua peraturan dimaksud telah melibatkan Asosiasi Perusahaan Pembiayaan dan Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI). Terhadap kedua peraturan tersebut, DSN-MUI, melalui surat Nomor B-323/DSN-MUI/XI/2007 tanggal 29 Nopember 2007 telah menyatakan bahwa secara umum kedua peraturan dimaksud tidak bertentangan dengan prinsip syariah dan fatwa-fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN-MUI.
Adapun lingkup pengaturan dari peraturan tentang kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah antara lain meliputi: (1) pengaturan yang terkait dengan sumber pendanaan yang antara lain dapat dilakukan melalui pendanaan Mudharabah Mutlaqah, pendanaan Mudharabah Muqayyadah, pendanaan Mudharabah Musytarakah dan pendanaan Musyarakah; (2) pengaturan yang terkait dengan kegiatan pembiayaan bagi perusahaan pembiayaan yang dapat dilakukan melalui pembiayaan dengan menggunakan akad-akad Ijarah, Ijarah Muntahiah Bit Tamlik, Wakalah Bil Ujrah, Murabahah, Salam dan Istishna’; (3) kewajiban perusahan pembiayaan untuk memiliki Dewan Pengawas Syariah; dan (4) kewajiban pelaporan.
Sedangkan peraturan tentang akad-akad yang digunakan dalam kegiatan perusahaan pembiayaan berdasarkan prinsip Syariah, bertujuan untuk memberikan pedoman tentang hak dan kewajiban para pihak, obyek atas transaksi, persyaratan-persyaratan pada setiap jenis akad serta dokumentasi yang digunakan oleh perusahaan pembiayaan dalam melakukan kegiatan usaha pembiayaan dengan menggunakan akad-akad sebagaimana telah diatur dalam peraturan dimaksud.


2.3 .  Landasan Hukum[8]
1.      Landasan Fiqh dan Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Transaksi Ijarah
a.       Landasan Al Qur’an dan Al Hadits
1)      Al Qur’an
* ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöãƒ £`èdy»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x. ( ô`yJÏ9 yŠ#ur& br& ¨LÉêムsptã$|ʧ9$# 4 n?tãur ÏŠqä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ 4 Ÿw ß#¯=s3è? ë§øÿtR žwÎ) $ygyèóãr 4 Ÿw §!$ŸÒè? 8ot$Î!ºur $ydÏ$s!uqÎ/ Ÿwur ׊qä9öqtB ¼çm©9 ¾ÍnÏ$s!uqÎ/ 4 n?tãur Ï^Í‘#uqø9$# ã@÷VÏB y7ÏsŒ 3 ÷bÎ*sù #yŠ#ur& »w$|ÁÏù `tã <Ú#ts? $uKåk÷]ÏiB 9ãr$t±s?ur Ÿxsù yy$oYã_ $yJÍköŽn=tã 3 ÷bÎ)ur öNur& br& (#þqãèÅÊ÷ŽtIó¡n@ ö/ä.y»s9÷rr& Ÿxsù yy$uZã_ ö/ä3øn=tæ #sŒÎ) NçFôJ¯=y !$¨B Läêøs?#uä Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 3 (#qà)¨?$#ur ©!$# (#þqßJn=ôã$#ur ¨br& ©!$# $oÿÏ3 tbqè=uK÷ès? ׎ÅÁt/ ÇËÌÌÈ  
233. Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf. seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, Maka tidak ada dosa atas keduanya. dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.

óOèdr&t/ $VÒ÷èt/ $wƒÌ÷ß 3 àMuH÷quur y7În/u ׎öyz $£JÏiB tbqãèyJøgs ÇÌËÈ  
32. Apakah mereka yang membagi-bagi rahmat Tuhanmu? Kami telah menentukan antara mereka penghidupan mereka dalam kehidupan dunia, dan Kami telah meninggikan sebahagian mereka atas sebagian yang lain beberapa derajat, agar sebagian mereka dapat mempergunakan sebagian yang lain. dan rahmat Tuhanmu lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan.
2)      Al Hadits
§  Diriwayatkan dari Ibnu Abbas bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Berbekam kamu, kemudian berikanlah olehmu upahnya kepada tukang bekam itu”(HR. Bukhari dan Muslim)
§  Dari Umar bahwa Rasulullah bersabda, “Berikanlah upah pekerja sebelum kering keringatnya (HR. Ibu Majah).

b.      Fatwa Dewan Syariah Nasional tentang Transaksi Ijarah
1)      Fatwa DSN No:09/DSN-MUI/IV/2000 tentang IJARAH
    Beberapa ketentuan yang diatur dalam fatwa ini, antara lain sebagai berikut:
                 Pertama : Rukun dan Syarat Ijarah
1.      Pernyataan Ijab dan Qabul
2.      Pihak-pihak yang berakad (berkontrak); terdiri atas pemberi sewa (lessor, pemilik asset, Lembaga Keuangan Syariah) dan penyewa (lessee, pihak yang mengambil manfaat dari pengguna asset nasabah).
3.      Obyek kontrak; pembayaran (sewa) dan manfaat dari penggunaan asset.
4.      MAnfaat dari penggunaan asset dalam Ijarah adalah obyek kontrak yang harus dijamin, karena ia rukun yang harus dipenuhi sebagai ganti dari sewa dan bukan asset itu sendiri.
5.      Sighat ijarah adalah berupa pernyataan dari kedua belah pihak yang berkontrak, baik secara verbal atau dalam bentuk lain yang equivalent, dengan cara penawaran dari pemilik ast (LKS) dan penerima yang dinyatakan oleh penyewa (nasabah).
Kedua:  Ketentuan Obyek Ijarah
1.      Obyek Ijarah adalah manfaat dari penggunaa barang atau jasa.
2.      Manfaat barang harus bisa dinilai dan dapat dilaksanakan dalam kontrak.
3.      Pemenuhan manfaat harus yang bersifat dibolehkan.
4.      Kesanggupan memenuhi manfaat harus nyata dan sesuai dengan syariah.
5.      Manfaat harus dikenali secara spesiifik sedemikian rupa untuk menghilangkan jahalah (ketidaktahuan) yang akan mengakibatkan sengketa.
6.      Spesifikasi manfaat harus dinyatakan dengan jelas termasuk jangka waktunya. Bisa juga dikenali dengan spesifikasi atau identifikasi fisik.
7.      Sewa adalah seseuatu yang dijanjikan dan dibayar nasabah kepada LKS sebagai pembayaran manfaat. Sesuatu yang dapat diwujudkan dalam ukuran waktu, tempat dan jarak.
Ketiga: Kewajiban LKS dan Nasabah dalam Pembiayaan Ijarah
1.      Kewajiban LKS  sebagai pemberi sewa
a.       Menyediakan asset yang disewakan
b.      Menanggung biaya pemeliharaan asset
c.       Menjamin bila terjadi cacat pada asset yang disewakan
2.      Kewajiban nasabah sebagai penyewa
a.       Membayar sewa dan bertanggung jawab ubtuk menjaga keutuhan asset yang disewa serta menggunakannya sesuai kontrak.
b.      Menanggung biaya pemeliharaan asset yang sifatnya ringan (tidak materiil)
c.       Jika asset yang disewa rusak, bukan karena pelanggaran dari penggunaan yang dibolehkan, juga bukan karena kelalaian pihak penyewa dalam menjaganya, ia tidak bertanggung jawab atas kerusakan tersebut.

2)      Fatwa DSN No: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang AL-IJARAH AL-MUNTAHIYAH BI AL-TAMLIK
Beberapa ketentuan yang diatur dalam fatwa ini, antara lain sebagai berikut:
Pertama: Akad Al ijarah Al Muntahiyah bittamlik boleh dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
1.      Semua rukun dan syarat yang berlaku dalam akad Ijarah (Fatwa DSN nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000) berlaku pula dalam akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.
2.      Perjanjian untuk melakukan akad al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus disepakati ketika akad Ijarah ditandatangani.
3.      Hak dan kewajiban setiap pihak harus dijelaskan dalam akad.
Kedua: Ketentuan tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik
1.      Pihak yang melakukan al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik harus melaksanakan akad Ijarah terlebih dahulu. Akad pemindahan kepemilikan, baik dengan jual beli atau pemberian, hanya dapat dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
2.      Janji pemindahan ke[emilikan yang disepakati di awal akad Ijarah adala wa’d, yang hukumnya tidak mengikat. Apabila janji itu ingin dilaksanakan, maka harus ada akad pemindahan kepemilikan yang dilakukan setelah masa Ijarah selesai.
Ketiga:
1.      Jika salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan di antara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan Arbitrasi Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah.
2.      Fatwa ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan jika di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, akan diubah dab disempurnakan sebagaimana mestinya.
3.      Standar Akuntansi Keuangan Transaksi Ijarah.

2.4.  Karakteristik Ijarah[9]
Standar Akuntansi Keuangan yang pertama kali mengatur tentang akuntansi ijarah adalah PSAK 59 paragraf 105 sampai dengan 129 tentang pengakuan dan pengukuran ijarah. Beberapa hal yang diatur pada paragraf-paragraf tersebut antara lain:
a.    Karateristik ijarah sebagai transaksi dengan akad sewa menyewa barang dengan menyatan harga sewa sebagai bentuk kompensasi jasa yang diberikan oleh pihak yang menyewa kepada pihak menyewakan sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak. Pada akhir masa sewa bisa saja pemilik barang memberikan opsi untuk membeli obyek sewa tersebut kepada penyewa.
b.    PSAK ini juga mengatur tentang posisi bank sebagai pemilik obyek sewa dan bank sebagai penyewa, proses penjualan dan penyewaan kembali, proses sewa dan penyewaan kembali, dan penyisihan kerugian aktiva produktif.
Karakteristik transaksi ijarah akan diuraikan sebagai berikut: (PSAK 59, paragraph 105-107):
1.    Ijarah adalah akad sewa menyewa antara pemilik ma’jur (obyek sewa) dan musta’jir (penyewa) untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya. Ijarah Muntahiyah bittamlik adalah akad sewa menyewa antara pemilik obyek sewa dan penyewa untuk mendapatkan imbalan atas obyek sewa yang disewakannya dengan opsi perpindahan hak milik obyek sewa pada saat tertentu sesuai dengan akad sewa.
2.    Perpindahan hak milik obyek sewa kepada penyewa dalam ijarah muntahiyah bit tamlik dapat dilakukan dengan:
a.       Hibah;
b.      Penjualan sebelum akad berakhir sebesar harga yang sebanding dengan sisa cicilan sewa;
c.       Penjualan pada akhir masa sewa dengan pembayaran tertentu yang disepakati pada awal akad;
d.      Penjualan secara bertahap sebesar harga tertentu yang disepakati dalam akad.
3.    Pemilik obyek sewa dapat meminta penyewa menyerahkan jaminan atas ijarah untuk menghindari risiko kerugian. Jumlah, ukuran, dan jenis obyek sewa harus jelas diketahui dan tercantum dalam akad.
2.5.  Jenis Leasing[10]
1.      Sale and Lease back
           Pada sale and lease back, perusahaan yang memiliki aktiva menjual aktivan tersebut kepada perusahaan lain dan kemudian diikuti perjanjian untuk menyewa kembali aktiva tersebut selama periode tertentu. Aktiva yang digunakan biasanya yaitu: tanah, banguna, dan peralatan pabrik, sedangkan perusahaan yang biasanya bertindak sebagai pembeli adalah bank, perusahaan leasing, pegadaian, atau investor individu. Manfaat dari sale and lease back ini adalah bahwa lessee menerima pembayaran sebagai tambahan dana yang dapat diinvestasikan ke investasi lain, dan bersamaan dengan itu lessee masih dapat menggunakan aktiva yang dijualnya selama jangka waktu perjanjian leasing. Lesse mempunyai kewajiban membayar secara periodic sebesar harga jual ditambah dengan tingkat keuntungan kepada lessor.
2.      Operating Leases
        Operating leases atau service leases memberikan service baik mengenai bidang keuangan maupun mengenai pemeliharaannya. Jadi pihak lessor menyediakan pendanaan sekaligus biaya perawatan yang keseluruhannya tercakup dalam pembayaran leasing. Aktiva yang sering digunakan adalah computer, mobil, truk, dll. Dalam leasing ini biasanya terdapat klausul yang memberikan hak kepada lesse untuk membatalkan perjanjian leasing dan mengembalikan peralatan itu kepada lessor sebelum habis waktu berlakunya. Hal ini merupakan syarat yang penting bagi lessee, karena ini berarti bahwa lesse dapat mengembalikan peralatan tersebut jika ada perkembangan teknologi baru yan gmenyebabkan peralatan tersebut menjadi usang.
3.      Financial Lease
          Financial lease atau capital lease yaitu lessor tidak menanggung biaya perawatan, perjanjian leasing tidak dapat dibatalkan, dan diangsur secara penuh. Dengan demikian lessor menerima pembayaran sebesar harga perolehan aktiva ditambah dengan keuntungan. Pada umumnya juga harus membayar pajak dan asuransi aktiva yang menjadi obyek leasing tersebut. Lessor pada umumnya pihak perusahaan asuransi atau bank komersial.
2.6 . Manfaat Leasing Syariah
1.      Menghemat modal kerja
2.      Sangat luwes (flexible), mencakup struktur sewa, jangka waktu kontrak.
3.      Menjadi alternative metode pembiayaan dengan prinsip syariah.

BAB III
PENUTUP
3.1 .  Kesimpulan
Dalam konsep pembiayaan syari’ah dalam artian perusahaan kredit, pada saat ini sudah banyak menerapkan dengan menggunakan prinsip syari’ah. Salah satu yang menjadi indikator perusahaan menggunakan sistem syari’ah dikarenakan terbebas dari bunga atau riba dibandingkan dengan perusahaan konvensional yang masih menggunakan sistem bunga. Prinsip syari’ah yang diterapkan dapat memberikan kemudahan sebagian besar masyarakat dalam memenuhi kebutuhan mereka.
       Setelah melihat produk yang ditawarkan dan penerapannya pada perusahaan leasing syariah di atas, kita dapat melihat ada sedikit perbedaan antara isi dari pengertian dan konsep Leasing atau system Ijarah dalam makalah ini dengan produk dan penerapannya pada perusahaan leasing syariah terbebut. Dalam konsep leasing dengan dasar ijarah tidak ada opsi transaksi menggunakan akad murabahah, sedangkan dalam produk yang ditawarkan perusahaan leasing tersebut ada opsi menggunakan akad murabahah.
       Melihat adanya penawaran produk pada perusahaan leasing syariah dengan akad murabahah sejauh ini cukup sesuai. Karena murabahah masih dalam konsep ekomoni Islam (syari’ah). Dengan adanya perusahaan pembiayaan yang berbasis syariah bukan bank menjadi salah satu alternatif dari metode pembiayaan yang lebih fleksibel dalam menyalurkan dana berupa pembiayaan secara syariah kepada masyarakat di Indonesia. Praktik perusahaan pembiayaan yang  berlandaskan syariah akan lebih menjadi alternatif yang tepat dan prospektif mengingat sebagian besar umat Islam merupakan mayoritas penduduk di Indonesia.

3.2 . Saran
            Untuk mengembangkan usaha anda sekiranya l dengan jangkauan sistem leasing ini jadikanlah jalan alternatif untuk sistem pembiayaan dengan prinsip syari’ah.
           
      
DAFTAR PUSTAKA
Ø Danupranata, Gita. 2006. Ekonomi Islam, Cet. 1.  Yogyakarta: UPFE-UMY
Ø Martono. 2002. Bank&Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Ekonosia.
Ø Muhammad, Rifqi. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. Yogyakarta: P3EI Press
Ø Yuliadi, Imamudin. 2007. Ekonomi Islam Filosofi, Teori dan Implementasi. Yogyakarta: LPPI UMY.
Ø Sudarsono Heri. 2008. Bank dan Lembaga Keuangan Syariah. Yogyakarta: Ekonisia.
Ø http://alijarahindonesia.com/
Ø http://alimuhayatsyahbloger.blogspot.com/2011/01/mengenal-lembaga-pembiayaan-syariah.html/





[1] Danupranata, Gita. Ekonomi Islam, Cet. 1, (Yogyakarta: UPFE-UMY), 2006. Hal. 41-42.
[3] Martono. 2002. Bank&Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Ekonosia. Halaman 113
[4] Muhammad, Rifqi. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. Yogyakarta: P3EI Press. Hal.357
[5] Yuliadi, Imamudin. 2007. Ekonomi Islam Filosofi, Teori dan Implementasi. Yogyakarta: LPPI UMY. Hal.134
[6] Martono. 2002. Bank&Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Ekonosia. Hal.113
[7] http://muhaiminkhair.wordpress.com/2010/04/29/perusahaan-pembiayaan-syariah-di-indonesia-sebuah-tinjauan-analisis-terhadap-perusahaan-pembiayaan-pt-fif-syariah/
[8] Muhammad, Rifqi. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. Yogyakarta: P3EI Press. Hal.358-360.
[9] Muhammad, Rifqi. 2008. Akuntansi Keuangan Syariah. Yogyakarta: P3EI Press. Hal.359
[10] Martono. 2002. Bank&Lembaga Keuangan Lain. Yogyakarta: Ekonosia. Halaman 118-119