KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Al hamdulillah pujian syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT.Atas
limpahan rahmat ,taufik,hidayah dan ridha-Nya,sehingga makalah Hukum Perjanjian
Islam dengan judul “GADAI” dapat terselesaikan. Shalawat dan salam semoga
tercurahkan kepada beliau nabi besar Muhammad SAW.yang penulis harapkan
syafaatnya.
Dalam kehidupan masyarakat ,mungkin kita sudah sering mendengar suatu praktik
muamalat yang di sebut dengan gadai.dimana gadai ini sudah ada dari zaman Nabi
Muhammad Saw dan berkembang hingga saat ini. Adapun hal-hal yang
berkaitan dengan Gadai ini akan penulis uraikan pada isi makalah.
Penulis sadar makalah ini masih jauh
dari sempurna dan tentunya terdapat banyak kekurangan. karenanya dengan segenap
kerendahan hati, Penulis harapkan saran dan kritik dari berbagai pihak. Harapan
penulis semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak khususnya penulis
sendiri.
Gerih, 22 Nopember
2011
PENDAHULUAN
Latar
belakang
Dalam
kehidupan di Masyarakat tentu kita telah mengetahui suatu praktik muamalah yang
disebut gadai. Gadai adalah penjaminan hutang dengan suatu barang.
Pemerintahpun ikut memfasilitasi masalah gadai ini. Pemerintah membuat lembaga
PERUM PEGADAIAN untuk membantu masyarakat yang ingin meminjam uang dengan cara
gadai.
Syariat
pegadaian ini merupakan salah satu bukti bahwa Islam telah memiliki sistem
perekonomian yang lengkap dan sempurna, sebagaimana syariat Islam senantiasa
memberikan jaminan ekonomis yang adil bagi seluruh pihak yang terkait dalam
setiap transaksi. Penerima piutang dapat memenuhi kebutuhannya, dan pemberi
piutang mendapat jaminan keamanan bagi uangnya, selain mendapat pahala dari
Allah atas pertolongannya kepada orang lain.
Pada
makalah ini penulis akan membahas tentang hukum yang berkaitan dengan
gadai,dimana masalah gadai ini sudah berkembang lama di dalam masyarakat
namun,mungkin banyak masyarakat yang kurang memahami secara mendalam
tentang hal-hal yang berkaitan dengan gadai terutama pada masyarakat pedesaan.
BAB 1
PEMBAHASAN
I. PENGERTIAN GADAI
I. a. Pengertian Gadai
Menurut Umum (Konvensional)
Pegadaian adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Perusahaan Umum Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.
Pegadaian adalah suatu hak yang diperoleh seseorang yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut diserahkan kepada orang yang berpiutang oleh seorang yang mempunyai utang atau oleh orang lain atas nama orang yang mempunyai utang. Seseorang yang berutang tersebut memberikan kekuasaan kepada orang yang berpiutang untuk menggunakan barang bergerak yang telah diserahkan untuk melunasi utang apabila pihak yang berutang tidak dapat melunasi kewajibannya pada saat jatuh tempo.
Perusahaan Umum Pegadaian adalah suatu badan usaha di Indonesia yang secara resmi mempunyai izin untuk melaksanakan kegiatan lembaga keuangan berupa pembiayaan dalam bentuk penyaluran dana ke masyarakat atas dasar hukum gadai.
I.b. Pengertian Gadai Menurut Syari’at Islam
Gadai dalam bahasa di kenal dengan istilah Ar-rahn yang berarti:al tsubut
(tetap) dan al-habs (tahanan).Adapun gadai secara istilah bias diartikan pinjam
meminjam uang dengan menyerahkan barang dan dengan batas ( bila telah sampai
waktunya tidak di tebus,maka barang tersebut menjadi orang yang memberi
pinjaman).
Dalam literature
fiqih,gadai(ar-rahn) diartikan dengan:menjadikan barang sebagai jaminan dari
hutang,sebagai pengganti jika hutang tersebut tidak bias di bayar.
Menurut Imam Abu zakaria
Al-anshari dalam kitabnya Fathul wahab mendefinisikan rahn sbg
berikut:menjadikan barang yang bersifat harta sebagai kepercayaan dari suatu
hutang yang dapat di bayarkan dari harta benda itubila hutang tidak di bayar.
Sedangkan
definisi rahn menurut Imam Taqiyyudin Abu bakar Al- husaini dalam
kitabnya Kifayatul Ahyar fii halli ghayati al- ikhtisar berpendapat bahwa
rahn adalah akad atau perjanjian utang-piutang dengan menjadikan harta
sebagai kepercayaan atau penguat hutang dan yang memberi pinjaman berhak
menjual barang yang di gadaikan itu pada saat ia menuntut haknya.
II. LANDASAN HUKUM
Landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun dasar hukum yang dipakai adalah :
Surat Al Baqarah : 283
Landasan konsep pegadaian Syariah juga mengacu kepada syariah Islam yang bersumber dari Al Quran dan Hadist Nabi SAW. Adapun dasar hukum yang dipakai adalah :
Surat Al Baqarah : 283
Artinya:
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan barangsiapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang yang berdosa hatinya; dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan
Hadits Rasul Saw yang diriwayatkan oleh Muslim dari
Aisyah ra.
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ.
Artinya:
عَنْ عَائِشَةَ قَالَتْ اشْتَرَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنْ يَهُودِيٍّ طَعَامًا وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ.
Artinya:
“Dari Aisyah berkata: Rasulullah Saw membeli makanan dari seorang Yahudi
dan menggadaikannya dengan besi”.
عَنْ أَنَسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّهُ مَشَى إِلَى
النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِخُبْزِ شَعِيرٍ وَإِهَالَةٍ
سَنِخَةٍ وَلَقَدْ رَهَنَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دِرْعًا
لَهُ بِالْمَدِينَةِ عِنْدَ يَهُودِيٍّ وَأَخَذَ مِنْهُ شَعِيرًا لِأَهْلِهِ.
Artinya:
“Dari Anas ra bahwasanya ia berjalan menuju Nabi Saw
dengan roti dari gandum dan sungguh Rasulullah Saw telah menaguhkan baju besi
kepada seorang Yahudi di Madinah ketika beliau mengutangkan gandum dari seorang
Yahudi”. (HR.Anas r.a)
Landasan hukum berikutnya adalah Ijma’ ulama atas
hukum mubah (boleh) pada aqad rahn /
perjanjian gadai. Adapun mengenai Prinsip rahn (gadai) telah memiliki fatwa
dari Dewan Syari`ah Nasional Majelis Ulama Indonesia yaitu fatwa Dewan Syariah
Nasional Nomor 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn dan fatwa Dewan Syariah Nasional
Nomor 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas
III. RUKUN DAN SYARAT TRANSAKSI GADAI
Secara umum syarat sah dan rukun dalam menjalankan transaksi gadai adalah sebagai berikut:
Secara umum syarat sah dan rukun dalam menjalankan transaksi gadai adalah sebagai berikut:
1. Rukun Gadai
a. Shighat : Ada ijab dan qabul
a. Shighat : Ada ijab dan qabul
b. Aqid : Terdapat orang yang
berakad / yang menggadaikan (rahin) dan
yang
menerima gadai (murtahin)
c. Marhun
: Ada jaminan berupa barang / harta
d. Marhun bih : Utang
d. Marhun bih : Utang
2. Syarat Sah Gadai
1. Aqid
Kedua aqid yaitu rahin
dan murtahin harus memenuhi kriteria al-aliyah. Menurut ulama
Syafi’iyah, ahliyah adalah orang yang telah sah dalam jual beli yakni
berakal dan mumayyiz, tetapi tidak disyaratkan harus baligh.
Dengan demikian anak kecil yang
sudah mumayyiz dan orang yang bodoh berdasarkan izin dari walinya
dibolehkan melakukan rahn.
Menurut ulama
Hanafiyah, ahliyah dalam rahn seperti pengertian ahliyah dalam jual
beli dan derma. Rahn tidak boleh dilakukan oleh orang yang mabuk,
gila, bodoh atau anak kecil yang belum baligh.
Begitu pula seorang wali tidak
boleh menggadaikan barang orang yang dikuasainya kecuali jika dalam keadaan
madarat dan meyakini bahwa pemegangnya dapat dipercaya.
2. Marhun
(borg)
Marhun adalah barang
yang dijadikan jaminan oleh rahn. Para ulama fiqih sepakat
mensyaratkan marhun sebagaimana persyaratan barang dalam jual beli
sehingga barang tersebut dapat dijual untuk memenuhi hak murtahin.
(Ibnu Qudamah, Mughni al-Muhtaj 4/337)
Ulama
Hanafiyah mensyaratkan marhun antara lain : (Al-Kasani, Al-Badai’
Ash-Shana’i fi Tartib Asy-Syara’i, juz 6, hal. 135 – 140) :
1. Dapat diperjualbelikan
2. Bermanfaat
3. Jelas
4. Milik rahin
5. Tidak bersatu dengan harta lain
6. Dipegang (dikuasai) oleh rahin
7. Harta yang tetap atau dapat dipindahkan
3. Marhun bih
(utang)
Marhun bih adalah hak
yang diberikan ketika rahn. Ulama Hanafiyah memberikan beberapa syarat yaitu :
a. Marhun bih hendaklah
barang yang wajib diserahkan
Menurut ulama selain Hanafiyah,
marhun bih hendaklah berupa utang yang wajib diberikan kepada orang yang
menggadaikan barang, baik berupa uang ataupun berbentuk benda.
b. Marhun bih
memungkinkan dapat dibayarkan
Jika marhun bih tidak dapat
dibayarkan, rahn menjadi tidak sah sebab menyalahi maksud dan tujuan dari
disyariatkannya rahn. (Al-Kasani, Al-Badai’ Ash-Shana’i fi Tartib
Asy-Syara’i, juz 6, hal. 134)
c. Hak atas marhun bih
harus jelas
Dengan demikian, tidak
boleh memberikan 2 marhun bih tanpa dijelaskan utang mana menjadi
rahn.
Ulama Hanabilah
dan Syafi’iyah memberikan 3 syarat bagi marhun bih
:
a. Berupa utang yang tetap dan
dapat dimanfaatkan
b. Utang harus lazim pada waktu
akad
c. Utang harus jelas dan
diketahui oleh rahin dan murtahin
4.
Shighat
a. Ulama Hanafiyah
berpendapat bahwa sighat dalam bahwa shighat dalam rahn tidak
boleh memakai syarat atau dikaitkan dengan sesuatu. Hal ini karena rahn itu
jual beli, jika memakai syarat tertentu, syarat tersebut batal dan rahn tetap
sah.
Adapun menurut ulama selain
Hanafiyah, syarat dalam rahn ada yang shahih dan ada yang rusak.
Uraiannya sebagai berikut :
b. Ulama
Syafi’iyah berpendapat bahwa syarat dalam rahn ada 3 :
1. Syarat shahih,
seperti mensyaratkan agar rahin cepat membayar sehingga jaminan tidak
disita
2. Mensyaratkan sesuatu yang
tidak bermanfaat, seperti mensyaratkan agar hewan yang dijadikan jaminannya diberi makanan tertentu. Syarat
seperti itu batal tetapi akadnya sah
3. Syarat yang merusak akad,
seperti mensyaratkan sesuatu yang akan merugikan murtahin.
c. Ulama
Malikiyah berpendapat bahwa syarat rahn terbagi 2 yaitu rahn
shahih dan rahn fasid. Rahn fasid adalah rahn yang di
dalamnya mengandung persyaratan yang tidak sesuai dengan kebutuhan atau
dipalingkan pada sesuatu yang haram, seperti mensyaratkan barang harus berada
di bawah tanggung jawab rahin.
d. Ulama
Hanabilah berpendapat seperti pendapat ulama Malikiyah di atas, yakni rahn
terbagi, shahih dan fasid. Rahn shahih adalah rahn yang
mengandung unsur kemaslahatan dan sesuai dengan kebutuhan.
BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN
1. Penerima Gadai (Murtahin)
a. Apabila rahin tidak dapat memenuhi kewajibannya
pada saat jatuh tempo, murtahin berhak untuk menjual marhun
b. Untuk menjaga keselamatan marhun, pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang dikeluarkan
c. Pemegang gadai berhak menahan barang gadai dari rahin, selama pinjaman belum dilunasin
b. Untuk menjaga keselamatan marhun, pemegang gadai berhak mendapatkan penggantian biaya yang dikeluarkan
c. Pemegang gadai berhak menahan barang gadai dari rahin, selama pinjaman belum dilunasin
Kewajiban Penerima Gadai
a) Apabila terjadi sesuatu (hilang ataupun cacat) terhadap marhun akibat dari kelalaian, maka marhun harus bertanggung jawab
b) Tidak boleh menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi
c) Sebelum diadakan pelelengan marhun, harus ada pemberitahuan kepada rahin
a) Apabila terjadi sesuatu (hilang ataupun cacat) terhadap marhun akibat dari kelalaian, maka marhun harus bertanggung jawab
b) Tidak boleh menggunakan marhun untuk kepentingan pribadi
c) Sebelum diadakan pelelengan marhun, harus ada pemberitahuan kepada rahin
2. Pemberi Gadai (Rahin)
Hak Pemberi Gadai
a. Setelah pelunasan pinjaman, rahin berhak atas barang gadai yang diserahkan kepada murtahin
b. Apabila terjadi kerusakan atau hilangnya barang gadai akibat kelalaian murtahin, rahin menuntut ganti rugi ataas marhun
c. Setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya, rahin berhak menerima sisa hasil penjualan marhun
d. Apabila diketahui terdapat penyalahgunaan marhun oleh murtahin, maka rahin berhak untuk meminta marhunnya kembali
Hak Pemberi Gadai
a. Setelah pelunasan pinjaman, rahin berhak atas barang gadai yang diserahkan kepada murtahin
b. Apabila terjadi kerusakan atau hilangnya barang gadai akibat kelalaian murtahin, rahin menuntut ganti rugi ataas marhun
c. Setelah dikurangi biaya pinjaman dan biaya-biaya lainnya, rahin berhak menerima sisa hasil penjualan marhun
d. Apabila diketahui terdapat penyalahgunaan marhun oleh murtahin, maka rahin berhak untuk meminta marhunnya kembali
Kewajiban Pemberi Gadai
a. melunasi penjaman yang telah diterima serta biaya-biaya yang ada dalam kurun waktu yang telah ditentukan
b. apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat melunasi pinjamannya, maka harus merelakan penjualan atas marhun pemiliknya
a. melunasi penjaman yang telah diterima serta biaya-biaya yang ada dalam kurun waktu yang telah ditentukan
b. apabila dalam jangka waktu yang telah ditentukan rahin tidak dapat melunasi pinjamannya, maka harus merelakan penjualan atas marhun pemiliknya
B. Akad Perjanjian Transaksi Gadai
a) Qard al- Hasan
Akad ini digunakan nasabah untuk tujuan konsumtif, oleh karena itu nasabah (rahin) akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadai (marhun) kepada pegadaian (murtahin)
Ketentuannya:
- Barang gadai hanya dapat dimanfaatkan dengan jalan menjual, seperti emas, barang elektronik, dan lain sebagainya
- Karena berifat social, maka tidak ada pembagian hasil. Pegadaian hanya diperkenakan untuk mengenakan biaya administrsi kepada rahin
b) Mudharabah
Akad yang diberikan bagi nasabah yang ingin memperbesar modal usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif.
Ketentuannya:
- Barang gadai dapat berupa barang barang bergerak maupun barang tidak bergerak seperti : emas, elektronoik, kendaraan bermotor, tanah, rumah,dll
- Keuntungan dibagi setelah dikurangi dengan biaya pengelolaan marhun
a) Qard al- Hasan
Akad ini digunakan nasabah untuk tujuan konsumtif, oleh karena itu nasabah (rahin) akan dikenakan biaya perawatan dan penjagaan barang gadai (marhun) kepada pegadaian (murtahin)
Ketentuannya:
- Barang gadai hanya dapat dimanfaatkan dengan jalan menjual, seperti emas, barang elektronik, dan lain sebagainya
- Karena berifat social, maka tidak ada pembagian hasil. Pegadaian hanya diperkenakan untuk mengenakan biaya administrsi kepada rahin
b) Mudharabah
Akad yang diberikan bagi nasabah yang ingin memperbesar modal usahanya atau untuk pembiayaan lain yang bersifat produktif.
Ketentuannya:
- Barang gadai dapat berupa barang barang bergerak maupun barang tidak bergerak seperti : emas, elektronoik, kendaraan bermotor, tanah, rumah,dll
- Keuntungan dibagi setelah dikurangi dengan biaya pengelolaan marhun
c) Ba’I Muqayyadah
Akad ini diberikan kepada nasabah untuk keperluan yang bersifat produktif. Seperti pembelian alat kantor, modal kerja. Dalam hal ini murtahin juga dapat menggunakan akad jual beli untuk barang atau modal kerja yang diingginkan oleh rahin. Barang gadai adalah barang yang dimanfaatkan oleh rahin aupun murtahin.
Akad ini diberikan kepada nasabah untuk keperluan yang bersifat produktif. Seperti pembelian alat kantor, modal kerja. Dalam hal ini murtahin juga dapat menggunakan akad jual beli untuk barang atau modal kerja yang diingginkan oleh rahin. Barang gadai adalah barang yang dimanfaatkan oleh rahin aupun murtahin.
d) Ijarah
Objek dari akad ini pertukaran manfaat tertentu.bentuknya adalah murtahin menyewakan tempat penyimpanan barang.
Objek dari akad ini pertukaran manfaat tertentu.bentuknya adalah murtahin menyewakan tempat penyimpanan barang.
C. Pemanfaatan Barang rahn/gadai
Mayoritas ulama membolehkan pegadaian memanfaatkan barang yang digadaikannya selama mendapat izin dari murtahin selain itu pengadai harus menjamin barang tersebut akan selamat dan utuh.
Mayoritas ulama membolehkan pegadaian memanfaatkan barang yang digadaikannya selama mendapat izin dari murtahin selain itu pengadai harus menjamin barang tersebut akan selamat dan utuh.
Dari Abu
Hurairah r.a bahsawanya Rasulullah saw berkata: “barang yang digadaikan itu
tidak boleh ditutup dari pemilik yang menggadaikannya. Baginya adalah
keuntungan dan tanggung jawabnyalah bila ada kerugian atau biaya” (HR Syafi’I
dan Daruqutni).
Mayoritas ulama, selain mazhab hanbali, berpendapat bahwa murtahin (penerima gadai) tidak boleh mempergunakan barang rahan.
Mayoritas ulama, selain mazhab hanbali, berpendapat bahwa murtahin (penerima gadai) tidak boleh mempergunakan barang rahan.
D. Berakhirnya
Akad Rahan
1. Barang telah diserahkan kembali pada pemiliknya
2. Rahin membayar hutangnya
3. Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun dengan pemindahan oleh murtahin
4. Pembatalan oleh murtahin meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin
5. Rusaknya barang rahin bukan oleh tindakan atau pengguna murtahin
6. memanfaatkan barang rahn dengan barang penyewaan, hibah atau shadaqah baik dari pihak rahin maupun murtahin
1. Barang telah diserahkan kembali pada pemiliknya
2. Rahin membayar hutangnya
3. Pembebasan hutang dengan cara apapun, meskipun dengan pemindahan oleh murtahin
4. Pembatalan oleh murtahin meskipun tidak ada persetujuan dari pihak rahin
5. Rusaknya barang rahin bukan oleh tindakan atau pengguna murtahin
6. memanfaatkan barang rahn dengan barang penyewaan, hibah atau shadaqah baik dari pihak rahin maupun murtahin
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari penjelasan di atas penulis menyimpulkan,ada beberapa rukun dalam gadai di
antaranya: aqid (orang yang berakad) antara rahin(orang yang menggadaikan) dan
murtahin(orang yang menerima gadai),marhun(barang yang di gadaikan),marhun
bih(utang),shighot(ijab qabul).untuk hukum gadai Mayoritas ulama berpendapat
bahwa gadai itu dibolehkan, baik pada waktu tidak bepergian dan waktu
bepergian, baik ada penulisnya atau tidak ada. Sebagaimana yang pernah
dilakukan oleh Rasulullah Saw yang menggadaikan baju besinya kepada orang
Yahudi di Madinah.Sebagai mana hadits Rosulullah Saw.
“dari anas
berkata:”rasulullah telah menangguhkan baju besi beliau kepada orang yahudidi
madinah sewaktu beliau menghutang syair(gandum)dari orang yahudi ituuntuk
keluarga beliau (HR ahmad nasai,dan ibnu majah)”
Wallahu a’lam
bishowwab
اكوس نحن
Daftar pustaka
FATKHUL QORIB MUJIB
Chuzaimah T.yanggo dan Anshari AZ,Hafiz 1997.Problematika Hukum
islam kontemporer (buku ketiga) Jakarta:pustaka firdausMuhammad abu bakar alrazi,Mukhtaras shihah,kairo,dar al hadits,2002 M,hlm:151
WJS.Poerwadarminta,Kamus Umum Bahasa Indonesia,PN Balai Pustaka,1976,hlm286
Al khatib asyarbini,Mughni al Muhtaj,Beirut Dar al kutub al Ilmiyah,juz:3,hlm:38
Abu abdilbar.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar